Phsycology :: Kiat Bangkit dari Keterpurukan

Bookmark and Share
Setiap komunikasi yang kita jalin, baik verbal maupun nonverbal,sebenarnya bertujuan untuk mempertahankan diri kita dari tekanan hidupyang kita hadapi dalam keseharian. Dalam hal ini, kita semua hendaknyamampu menolong diri kita untuk menyadari bahwa dalam kehidupan ini kitaterbelenggu oleh kerangka acuan komunikasi yang kita alami pada masalalu.

Tentu saja risiko usaha keluar dari kondisi keterpakuanterhadap masa lalu itu tidak sederhana. Padahal, pada umumnya kitalebih memilih tetap bertahan dalam keterbelengguan tatanan hidup masalalu demi rasa aman dan nyaman, karena keputusan yang kita ambilberdasar pada ketergantungan kita pada lingkungan tempat kita berada.

Bayangkanbahwa selama ini sebenarnya, tanpa kita sadari, kita kehilangankebebasan berekspresi secara lugas, karena sistem komunikasi daripengalaman masa lalu tidak membuka kelugasan individu dalammempertahankan eksistensi diri di lingkungan di mana pun dia berada,demi menjaga harmoni keberadaan dalam kebersamaan dengan lingkungan:”Dengar nasihat orangtua, atau harus nurut sama mamah, kalau tidaknurut, berdosa dan tidak berkah hidupnya, lihat tuh, kakak nurut samamamah, berhasil kan kuliahnya, dll, dll.”

Pada umumnyalingkungan berpendapat bahwa menyatakan dengan terus terang apa yangkita rasakan dan apa yang kita pikirkan akan membuat kita berada dalamkeadaan yang rentan. Padahal, dalam hal ini secara tidak disadari, demiharmoni lingkunganlah yang justru membuat diri kita menjadi tidakmemiliki kemampuan mengungkapkan apa yang sebenarnya kita rasakan danapa yang kita pikirkan secara terbuka dan lugas. Ternyata, kondisitersebut justru membuat kita menjadi seseorang yang ”sehat” (artinya,sehat yang semu dan rentan terhadap kemungkinan ”sakit” secaraemosional).

Jalan pintas
Suatu saat kitamenyadari bahwa secara tiba-tiba kita merasakan munculnya kebutuhanuntuk penyelesaian masalah segera, yang akhirnya membuat sebagian darianggota masyarakat lingkungan kita justru memilih jalan pintas yanglain sifatnya dan berlawanan dengan kebiasaan yang telah terpola sejakmasa kecil kita. Saat sebagian anggota masyarakat kita memilihpenggunaan obat-obatan, narkoba, alkohol, penyakit yang muncul danberbagai perilaku kriminal yang memungkinkan mereka dipenjara akhirnyamenjadi pilihan cara penyelesaian masalah yang bersifat disfungsional.

Carapenyelesaian masalah yang disfungsional tersebut juga menjadi salahsatu cara mereka untuk memperoleh perhatian dari lingkungannya, disamping menjadi cara perolehan pemuasan kebutuhan yang sifatnya semu,bahkan menjerumuskan mereka dalam keadaan terpuruk. Malangnya,ketidakmampuan kita untuk mengekspresikan perasaan pada lingkungansecara jujur dan lugas ternyata menjadi sumber penyebab keterpurukanpada masa mendatang.

Manusia cenderung untuk selalumempertahankan harmoni fungsi fisik dan mentalnya walaupun dalam prosespencapaian keseimbangan tersebut akan membuat sebagian fungsi mentalharus menurun, sementara bagian lain meningkat dengan sendirinya. Halitu berarti bahwa terjadi proses kebangkitan aspek mental yangmenempatkan diri sebagai sosok yang memiliki kemampuan diri dalam”ekspresi diri” dan bagian lain yang menempatkan pada ”represi diri”,dengan catatan ekspresi diri yang lugas dan tepercaya bergerak menujujalan teraihnya kondisi sehat mental yang hakiki.

Memang upayameraih harmoni ini diawali oleh konflik antara ”ikut aturan dan tampiljujur dan lugas dalam perasaan dan pikiran”, ”seyogianya danseharusnya”. Padahal, merasakan apa yang kita rasakan adalah suatukebebasan berperasaan yang akan mendukung kita untuk juga memperolehkebebasan dalam berpikir.

Jenis kebebasan
Dalamhal ini, Virginia Satir (1991) mengungkapkan terdapat lima jeniskebebasan yang membuka peluang bagi kemungkinan kita memanfaatkanpotensi positif yang akan membantu kita untuk menyelesaikan masalahdengan cara kreatif:

  1. Kebebasan untuk melihat dan mendengarapa yang saat ini terjadi, sebagai pengganti dari apa yang seharusnyadan apa yang seyogianya kita lihat dan dengar.
  2. Kebebasanuntuk menyatakan apa yang kita rasakan dan pikirkan, sebagai penggantidari apa yang seyogianya kita rasakan dan pikirkan.
  3. Kebebasan untuk merasakan apa yang kita rasakan, sebagai pengganti dari apa yang seyogianya kita rasakan.
  4. Kebebasan untuk bertanya apa yang ingin kita tanyakan, sebagai pengganti kebiasaan menunggu izin untuk bertanya.
  5. Kebebasan untuk menanggung risiko akibat perbuatan kita, sebagaipengganti dari selalu memilih zona aman tanpa berani bersikap mandiri.

Jadi,keterpakuan terhadap pengalaman masa lalu akan membuat kita mendapatkeyakinan, otomatisasi, dan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnyakompulsif. Kita harus membuat diri kita menyadari bahwa selama ini kitaterpaku pada keberadaan mempertahankan zona kehidupan yang aman, dimana kita justru menjadi pilot otomatik dari masa lalu kita. Padahal,menanggung risiko sebagai akibat keputusan pribadi akan membuat dirikita akan menghayati perasaan yang lebih nyaman dan meyakinkan dalamproses membangun kebebasan berekspresi. Dengan demikian, serta-mertarasa percaya diri kita akan sekaligus terbangun dengan kokoh.

Kepercayaandiri yang optimal dan kokoh tersebut akan membawa diri kita mampubangkit dari keterpurukan karena kita yakin bahwa pada dasarnya kitamemiliki potensi mental individual yang positif dan memerlukan peluangkebebasan untuk mengekspresikannya.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger